Ditulis oleh: Yunda Suci (Kader HMI Komisariat Muhammad Darwis)
NTB Hijau adalah upaya pemerintah dan masyarakat untuk mengembalikan fungsi
hutan yang selama ini gundul. Pemerintah Provinsi berkomitmen untuk terus menanam pohon
untuk memberikan harapan generasi NTB di masa yang akan datang, sehingga mereka dapat
melihat dan menikmati rimbunnya pohon dan hutan di NTB.
Namun, akhir-akhir ini marak terjadinya pembukaan lahan besar-besaran dan penebangan pohon secara ilegal (Illegal logging). Laju kerusakan hutan di NTB pesat. Pasalnya, data kerusakan hutan atau deforestasi di NTB mencapai 150 hingga 200 hektare pertahun.
Data ini sesuai hasil kajian Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) untuk wilayah NTB. Dikutip dari detik.com wahli NTB membeberkan data laju kerusakan hutan khusu di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Dalam data tersebut luas kerusakan hutan di KLU hingga bulan oktober 2022 mencapai 44 ribu hektare, diantaranya mencakup hutan lindung dan hutan adat.
Data 2019 menyebut lebih dari 80% hutan pulau Sumbawa (NTB) rusak. Pohon jati dan sengon milik warga ditebang, diganti dengan tanaman jagung. Di hutan negara hingga ke puncak gunung kayunya dicuri, lahannya ditanam jagung.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB menyatakan tingkat kerusakan hutan di Kabupaten Dompu sudah sangat parah. Bahkan, kerusakan hutan di daerah yang terkenal dengan kabupaten jagung itu jika diibaratkan penyakit kanker, sudah masuk stadium empat. Kerusakan hutan di Dompu memang sangat parah, masuk stadium empat. Sehingga membutuhkan tindakan-tindakan luar biasa untuk bisa dipulihkan kembali,” kata Kepala Bidang Perlindungan Hutan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (PHKSDAE) Dinas LHK NTB, Mursal, SP, MM dikonfirmasi Suara NTB, Senin, 16 Desember 2019 lalu, belum lagi bicara terkait sumbawa dan bima.
Kerusakan lingkungan ini akan menimbulkan dampak yang begitu besar terhadap masyarakat, antara lain kegegalan panen, kurangnya pemasokan air bersih, kemaru berkepanjangan, banjir dan longsor serta terjadinya pemanasan global yang ekstrim. Jika hal ini terus berlangsung, akan jadi seperti apa NTB 10 tahun kedepan? Akankah menjadi Afrika lokal atau gimana?
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat kejadian bencana alam yang terjadi di Indonesia terus mengalami kenaikan tren sejak 2015 hingga pemerintah Joko Widodo (Jokowi) saat ini. Di sisi lain, Walhi juga melihat terdapat andil Indonesia sebagai salah satu negara penyebab munculnya dampak bencana alam tersebut.
Bencana alam hidrometeorologi atau bencana yang terkait dengan cuaca seperti curah hujan tinggi, longsor, banjir hingga angin puting beliung itu dipicu oleh perubahan iklim. Semisal curah hujan tinggi yang diakibatkan oleh pemanasan global dan perubahan iklim.
"Di mana Indonesia itu juga sebagai salah satu penyumbang dari pemanasan global," kata Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati dalam diskusi Dosa Oligarki secara daring, Jumat (29/1/2021).
Ini bukan berbicara soal rasis, realita di NTB hari sudah menujakan bahwa suhu yang ada di NTB menembus akngka 36 derajat celsius, biasanya mencapai 33 derajat celsius. Di Kota Bima saat musim kemarau tiba suhunya mencapai 39 derajat celsius, ini menjadi dampak kerusakan lingkungan tersebut.
Akhir-akhir ini pula, banyak muncul industri-industri tambang di NTB, kerusakan hutan akan lebih besar lagi, dalam undang-undang sudah diatur terkait dengan kehutanan dan agraria, namun banyak para oknum yang menyalahgunakan wewenangnya untuk merusak
alam.
Ada empat undang-undang yang mengataur terkait kehutanan, diantaranya: UU No 41 Tahun 1999, UU No 5 Tahun 1990, UU No 19 Tahun 2004, UU No 1 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No 41 Tahun 1990 tentang kehutanan menjadi undang-undang, UU No 18 Tahun 2013. Dan terdapat tiga undang-undang yang mengatur terkait pertanahan (agraria) sebagai berikut: undang-undang no 5 tahun 1960, undang-undang no 16 tahun 1985 dan undang-undang no 4 tahun 1996. Ini menjadi landasan dasar pemerintah untuk mengatur
kekayaan alam yang ada di Indonesia khususnya di NTB.
Sudah jelas dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Artinya, pemerinta harus pandai dan teliti dalam mengeluarkan kebijakan terkait kekayaan alam, apakah berefek pada masyarakan atau tidak? Apakah menyebabkan kerusakan lingkungan atau tidak? Apakah menyebabkan banjir atau tidak? Banyak lagi pertanyaan pertanyaan yang harus dijawab oleh para birokrat ketika mengeluarkan suatu kebijakan terkait kekayaan alam.
Pemerintah juga harus tau status dan fungsi hutan yang diatur dalam undang-undang. Fungsi hutan yang diatur didalamnya ialah:
Hutan Negara ialah semua hutan yang tumbuh di atas tanah yang bukan tanah milik. Hutan yang tumbuh atau ditanam di atas tanah yang diberikan kepada Daerah Swatantra dengan hak pakai atau hak pengelolaan mempunyai status sebagai Hutan Negara.
Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hutan Perseorangan/Badan Hukum adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah atas nama perseorangan/badan hukum.
Hutan adat adalah hutan yang ada di wilayah adat. Luasan hutan adat saat ini adalah 64% dari 7,4 juta hektar wilayah adat yang sudah dipetakan oleh AMAN. Bagi masyarakat adat, Hutan adat menjadi kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Adapun fungsi hutan yang diatur dalam undang-undang, sebagai berikut:
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, pengendalian erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Adapun yang dimaksud dengan hutan produksi, sesuai dengan Pasal 1 angka 4, adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan produksi ini dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu hutan tanaman dan hutan alam.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang memiliki fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Dalam UUPA diatur juga soal hak-hak mengenai pertanahan. Dalam pasal 16 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain sebagai berikut: hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah; dan hak memungut hasil hutan. Selain itu, diakaui pula hak-hak lain yang diatur pada peraturan lain yang memiliki sifat sementara.
Hak milik mengandung hak untuk melakukan atau memakai bidang tanah yang bersangkutan untuk kepentingan apapun. Hubungan yang ada bukan hanya bersifat kepemilikan saja, melainkan bersifat psikologis-emosional. Hak milik hanya diperuntukan untuk kewarganegaraan tunggal Indonesia. Hanya tanah milik yang dapat diwakafkan. Hak ini adalah model hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh.
Hak guna usaha untuk mengusahakan langsung tanah yang dikuasai oleh Negara untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan. Hak guna usaha dapat diperoleh perorangan Indonesia atau perusahaan Indonesia. Jangka waktu hak guna usaha adalah 25 tahun bagi perorangan dan 35 tahun bagi perusahaan. Waktu tersebut dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun.
Hak guna bangunan untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Hak guna bangunan dapat diperoleh oleh perorangan Indonesia atau badan hukum Indonesia. Hak guna bangunan dapat diletaki di atas tanah negara atau tanah hak milik.
Hak pakai menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain. Namun, hak tersebut muncul bukan karena perjanjian sewa atau perjanjian pengolahan tanah. Baik warganegara Indonesia maupun warganegara asing dapat memiliki hak pakai. Begitu pula badan hukum Indonesia dan badan hukum asing.
Hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya dalam hutan yang bersangkutan tanpa hutan tersebut dimiliki oleh si penerima hak.
Pemberian ijin hak atas tanah ini harus diketahui oleh pemerintah agar tidak lagi mengeluarkan wewenngnya untuk kepentingan sepihak yang akan menyebabkan dampak buruk bagi masyarakat diakibatkan kerusakan lingkungan tersebut.
Hutan dianggap sebagai paru-paru dunia. Namun, pemerintah merusaknya dengan kepentingan pribadi tanpa memikirkan kepentingan umum, sudah jelas dalam pasal 28 H menyatakan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Hak Asasi Manusia Harus dipenuhi dan dilindungi oleh pemerintah, tidak boleh diganggu gugat oleh kepentingan-kepentingan sepihak. Kerusakan lingkungan juga termasuk pelanggaran HAM, para birokrat dan APH harus menegakkan hukum sebagaimana mestinya.
Untuk mewujudkan NTB Hijau, pemerintah harus melaksanakan sosialisasi kepada 486 desa perbatasan hutan, agar kerusakan lingkungan ini tidak merambat dan berlarut. Pemerintah juga harus mengetahui pohon apa yang cocok dan menguntungkan warga untuk di kawasan yang beriklim panas dan subur, agar masyarakat tidak lagi membuka lahan besar-besaran, agar tidak lagi terjadinya pembabatan liar. Pemerintah harus mengurangi surat perijinan pendistruian yang berkaitan dengan hutan yang mengakibatkan kerusakan alam.
Aparat Penegak Hukum harus tegas untuk menangani para mafia-mafia kayu agar pembabatan hutan secara illegal dan meberantas habis oknum-oknum yang memberikan ijin terkait pembukaan lahan agar visi yang do terapkan betul-betul terlaksana dengan baik dan
tepat sasaran yang sudah ditargetkan.
Visi yang dikeluarkan pemprov untuk mewujudkan NTB Hijau sebagai berikut:
- Pembibitan tanaman produktif 20.000 Ha/Desa/Tahun, di 486 desa berbatasan
- kawasan hutan (equivalen dengan 77.760 Ha s/d Tahun 2023)
- Rehabilitasi di luar kawasan hutan dari APBD ± 15.000 hektar
- Rehabilitasi dari sumber APBN/KLHK, ± 9.000 hektar
- Rehabilitasi dari sumber Proposal ke Kementerian, 10.000 Ha
- Rehabilitasi dari Pemegang IPPKH, ± 7.000 hektar
- Rehabilitasi dari Organisasi Masa, Siswa dan Swasta, ± 10.000 hektar
Ketika hal ini sukses terlaksana sesuai dengan target yang sudah ditentukan, maka pemanasan global yang disumbangkan oleh Indonesia akan berkurang dan pemasokan air bersih akan melimpah di tiap-tiap daerah yang krisis akan air bersih. Maka, terwujudlah NTB hijau yang di iming-imingkan selama ini.
Komentar
Posting Komentar