Oleh : Rahmawati
Kader Komisariat Muhammad Darwis
Email: rahmawati@gmail.com
Masalah manusia merupakan masalah yang selalu dibicarakan oleh manusia itu sendiri, yang tak habis-habisnya dan terus-menerus. Dari pembicaraan yang terus-menerus tersebut kemudian menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan manusia itu sendiri seperti antropologi, sosiologi, psikologi, kesehatan, hukum dan sebagainya.
Manusia merupakan sebaik-baik bentuk ciptaan Tuhan. Pada diri manusia tersebut terdapat pemberian istimewa berupa akal pikiran yang berfungsi untuk mempertahankan hidupnya dari segala macam rintangan dan halangan dalam menjalankan kehidupan tersebut. Dengan kemampuan berpikir, berencana, bertindak, menurut logika itulah kemudian manusia mampu menciptakan pengetahuan modern seperti teknologi yang terus-menerus menawarkan perubahan versi dan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang dari waktu ke waktu.
Pendayagunaan akal manusia yang tiada hentinya telah mampu menaklukkan makhluk lainnya dan mampu mengeksploitasi berbagai hal yang ada di atas bumi maupun di perut bumi hingga pada akhirnya juga digunakan demi kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan bahwa manusia secara umum mampu untuk menjaga kehidupannya agar tetap berjalan terus dari waktu ke waktu dan mampu menjaga kelestarian jenisnya.
Gender merupakan pengelompokan manusia yang utama. Setiap masyarakat menciptakan rintangan dalam hal ketidaksetaraan akses ke kekuasaan, kepemilikan dan prestise atas dasar jenis kelamin. Alhasil, para sosiolog mengelompokkan perempuan dalam minority group (kelompok minoritas). Jika dilihat dari sisi kuantitas antara perempuan dan laki-laki maka hal ini sangatlah berbanding terbalik, dikarenakan jumlah perempuan yang justru lebih banyak dari laki-laki malah digolongkan kelompok minoritas. (James M. Henslin, 2006: 48)
Teori patriarchy – laki-laki yang mendominasi masyarakat- telah di mulai sejak awal sejarah kehidupan manusia, rentang usia manusia yang relatif singkat dan untuk melipatgandakan kelompok, perempuan harus melahirkan banyak anak. Karena hanya kaum perempuan yang dapat hamil, melahirkan dan menyusui sehingga sebagian besar kehidupan perempuan itu terbatas. Alhasil, di seluruh dunia perempuan mengerjakan tugas yang dikaitkan dengan rumah tangga dan pengasuhan anak, sedangkan laki-laki mengambil alih untuk berburu binatang, menjalin kontak dengan yang lain, berdagang, dan berperang dengan kelompok lainnya. Laki-laki pula yang membuat dan mengendalikan perlengkapan senjata yang digunakan untuk berperang dan berburu. Sebaliknya hanya sebagian kecil saja menjadi rutinitas perempuan, sehingga pada akhirnya laki-laki lah yang mengambil alih peran di tengah masyarakat. Dengan demikian laki-laki mendominasi kehidupan sebagai kaum yang mayoritas sedangkan perempuan sebagai kaum yang minoritas. (James M. Henslin, 2006: 50)
Manusia merupakan makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya. Pribadi manusia yang senang hidup berkelompok tersebut telah tertuang dalam teori seorang filsuf berkebangsaan Yunani yaitu Aristoteles (384-322 SM) yang mengatakan manusia adalah zoon politicon yaitu makhluk sosial yang menyukai hidup berkelompok.
Berkenaan dengan hal itu Allah juga telah memberikan isyarat tentang manusia merupakan zoon politicon dalam QS. Al-Hujurat : 13 yang artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal satu sama lain, Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu…”
Ayat ini berlaku umum untuk seluruh umat manusia. Kata ذكر و انثى ( dari seorang laki-laki dan seorang perempuan) ditafsirkan sebagai Adam dan Hawa. Ini menunjukkan bahwa umat manusia yang banyak dan tersebar di berbagai belahan bumi ini berasal dari Ayah dan Ibu yang sama (Ali Ash-Shabuni, 2011: 46) , sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ishaq al-Mushilli yang dikutip oleh Al-Maraghi:
“ Manusia di alam nyata ini adalah sama. Ayah mereka adalah Adam dan ibunya adalah Hawa. Jika mereka mempunyai kemuliaan pada asal usul mereka yang patut dibanggakan, maka tak lebih dari tanah dan air”.(Ahmad Musthafa Al-Maraghi, 1997: 234)
Tampak dari keterangan di atas, bahwa pada dasarnya seluruh umat manusia itu sama. Kemudian dari keturunan yang sama itu berkembang menjadi keluarga, komunitas, masyarakat dan dalam bentuk yang lebih besar lagi tergabung dalam berbagai Negara yang berbeda di belahan Bumi ini.
Masyarakat yang sudah semakin banyak dan tersebar di berbagai wilayah, dalam ayat di atas diharuskan untuk saling mengenal satu sama lainnya , agar di antara mereka terjalin hubungan yang baik dan menumbuhkan sifat saling tolong menolong dalam berbagai bentuk kemaslahatan. Sebab seluruh umat manusia ini berasal dari keturunan yang satu yaitu Adam dan Hawa.
Eksistensi dunia perempuan di belahan dunia Timur selalu saja menyisakan luka batin yang cukup berkepanjangan. Luka batin itu terindikasi dari sejumlah pertanyaan fundamental yang mengemuka. Pertanyaan itu antara lain: mengapa kesaksian Perempuan adalah separuh harga laki-laki? Mengapa perempuan dalam agama tidak boleh menjadi pemimpin? Mengapa perempuan yang belum nikah harus ada restu orang tuanya, sementara janda tidak? Mengapa dan mengapa? Eksistensi perempuan, seolah separuh eksistensi laki-laki. Dengan demikian, terdapat diskriminasi entitas kemanusiaan dalam kehidupan antara jenis kelamin laki, dan perempuan. Umumnya, pertanyaan ini akan diberi jawaban “Karena perempuan itu emosional, tidak pintar, dan lemah intellegensinya atau karena sudah dari sananya begitu”. Jawaban ini mengisyaratkan adanya berbagai bentuk ketidakadilan gender. Mansour Faqih dalam buku analisis Gender dan Transformasi sosial menjelaskan, setidaknya terdapat lima bentuk ketidak adilan gender
1.violence kekerasan dalam kehidupan sosial. Penyebabnya adalah lemahnya kaum perempuan. Tiadanya aturan yang dapat memperkuat posisi perempuan manakala dihadapkan pada situasi demikian.
2. marginalisasi, pemiskinan perempuan dalam kehidupan ekonomi. Terdapat banyak perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses pemiskinan perempuan, karena perbedaan gender
3.stereo type pelabelan negatif dalam kehidupan budaya. Stereo type dalam kaitannya dengan gender adalah pelabelan negative terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya kaum perempuan. Perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, karena tugasnya hanya berkutat di sumur, dapur, dan kasur. Pelabelan ini sangat populer di masyarakat.
4. Duoble burden beban berganda dalam kehidupan keluarga. Seorang isteri, selain melayani suami, memasak dan merawat anak, membersihkan rumah, mencuci pakaian, membantu kerja suami di toko, kantor, sawah, pasar, dan sebagainya.
5.subordinasi, penomorduaan dalam kehidupan politik. Bentuk ketidakadilan 1Masour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka, 1996), h. 13-23. Kepemimpinan Perempuan dalam Islam83 ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman, Volume 15, Nomor 1, Juni 2015
Ini antara lain, berupa penempatan perempuan hanya pada posisi yang kurang penting, posisi yang tidak mempunyai wewenang untuk mempengaruhi proses pembentukan keputusan. Subordinasi perempuan sebagai akibat dari penafsiran agama dan budaya yang bias gender (gendered) dalam konteks keindonesiaan, masih menyisakan problem bagi kaum perempuan, yakni masih sulit mereka menampilkan diri sebagai seorang pemimpin. Kalau pun ada, masih sangat sedikit, bila dibandingkan dengan populasi jumlah perempuan.
Di dalam ajaran Islam laki-laki dan perempuan memiliki posisinya masing-masing, sesuai dengan fitrahnya. Selama antara laki-laki dan perempuan tetap menjaga fitrah tersebut, pada keduanya terdapat kesempatan yang sama dalam menjalani kehidupan baik dalam bidang pendidikan, sosial-kemasyarakatan, politik, seni, dan sebagainya.
Berbicara tentang bentuk hubungan yang terjalin antara laki-laki dan perempuan di masa lalu dan masih berkembang di masa sekarang ini, terdapat dua aliran pendapat (Husein Muhammad, 2015) yang hidup di tengah lingkungan masyarakat muslim yaitu:
Pertama, Dimana posisi kaum laki-laki berada di atas kaum perempuan. Perempuan adalah makhluk kelas dua setelah laki-laki yang diciptakan Tuhan, sebab penciptaan perempuan pertama (Hawa) berawal dari tulang rusuk laki-laki (Adam) sehingga pada aliran ini perempuan merupakan subordinat. Perempuan berada pada posisi inferior dan laki-laki superior. Posisi ini diyakini oleh beberapa kalangan sebagai fitrah, kodrat, hakikat, dan hukum Tuhan yang berlaku yang tidak dapat diubah. Perubahan terhadap hal tersebut sama halnya dengan menyalahi hukum-hukum Allah sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an dan Hadis yang berlaku sepanjang masa untuk segala tempat.
Atas dasar ini hak dan kewajiban perempuan tidaklah sama dengan laki-laki, baik dalam hukum-hukum ibadah, hukum-hukum keluarga maupun hukum-hukum publik. Dapat dikatakan dalam pemahaman aliran ini hak perempuan adalah sebagian hak laki-laki. Kelompok ini menentang keras persamaan kedudukan (kesetaraan gender) antara laki-laki dan perempuan.
Kedua, Posisi laki-laki dan perempuan adalah sama dan setara. Perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan kesempatan yang dimiliki oleh kaum laki-laki, sebab antara keduanya terdapat potensi kemanusiaan yang sama baik dalam hal intelektual, fisik maupun mental-spiritualnya. Perbedaan dari sisi biologis tidaklah menjadi penghalang yang membatasi gerak seorang perempuan untuk mengekspresikan hak dan kewajibannya di mata hukum dan sosial. Berdasarkan hal ini, perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam menjalankan kehidupan mereka baik dalam ranah pribadi maupun publik.
Padahal dalam prinsip-prinsip universal Islam menyuarakan nilai-nilai kesetaraan (Al-musawah),pembebasan (Al-hurriyah),anti kekerasan (Al-salam),toleransi (Al-tasamuh),solidaritas kemanusiaan (Al-ukhuwwah Al-basyariyah), cinta dan kasih sayang (Al-mahabbah).Kesetaraan dalam konteks kepemimpinan berarti antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk menjadi pemimpin dalam skala mikro maupun makro berdasarkan tingkat kemampuan dan kualitas amal yang dimiliki masing-masing. Sebab tidak menutup kemungkinan seorang perempuan yang telah mendapatkan pendidikan yang memadai kemampuannya melebihi kemampuan laki-laki. Al-Qur’an telah mengabadikan sejarah kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang perempuan, Ratu Balqis, sebagai pemimpin negeri Saba’. Kepemimpinan Balqis disandingkan dan disetarakan dengan kepemimpinan Nabi Sulaiman ketika itu. Ini berarti kepemimpinan seorang perempuan dalam wacana keagamaan, mempunyai landasan teologis dalam al-Qur’an yang wajib di imani dan diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam tulisan ini, akan diuraikan persoalan-persoalan gender dari berbagai dimensi. Tulisan ini akan dimulai dengan menelisik genelogi pemikiran gender dalam Islam, potret gender di masa Islam, redupnya perempuan di ruang publik serta diakhiri dengan kesimpulan sebagai refleksi. Sekilas Sejarah Gender.
Dalam konteks Islam, dialog tentang keikut sertaan perempuan dalam ruang publik sudah terjadi pada masa awal Islam, yakni saat Nabi masih hidup. Terjadinya protes perempuan saat itu dan penyetaraan perempuan harus dimulai terlebih dahulu dari usaha merubah pandangan masyarakat tersebut.Tidak berhenti sampai di situ,penafsiran ulang terjadi dalam sumber paling pokok dalam Islam. Dalam paradigma ushul fiqh, secara hierarkis terdiri dari empat macam, yaitu al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Sementara sumber lain, selain yang empat tersebut, dikategorikan sebagai sumber sekunder (scundery sources).Segala jenis tindakan, harus berada dalam kontrol keempat sumber tersebut, terutama al-Qur’an dan Hadits. Alasannya, hal itu diyakini sebagai yang komprehensif, yaitu memuat jawaban atas berbagai persoalan yang dihadapi manusia, atau dikenal dengan istilah shalih li kulli zaman wa al-makan. Istilah ini, paralel dengan ungkapan al-Syafi’i dalam magnum opus-nya al Risalah. Imam Syafi’i mengatakan: “La tanzilu bi ahadi ini berarti tidak ada satu kasus pun yang lepas dari untaian syara’. Dalam kenyataannya, telah terjadi sejumlah paradoks (ta’arudh) yang diklaim sebagai poros dari seluruh dalil selain dirinya. Paradoksal al-Qur’an ternyata masih menyisakan banyak problem. Terutama yang bersifat isu-isu dan gagasan. Misalnya, gagasan tentang kesetaraan (equality)manusia laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an, secara tegas berprinsip antara laki-laki dan perempuan adalah setara, tetapi di dalamnya terdapat ayat-ayat yang secara tegas dan jelas tidak kondusif bagi penegakan hak-hak perempuan. Misalnya, QS. Al-Nisa’ (4):34 sering dijadikan dalil untuk melegitimasi kepemimpinan mutlak suami dalam rumah tangga. Bolehnya memukul perempuan dalam kasus nusyuz. Dalam QS. Al-Baqarah (2):282 secara tekstual menegaskan setengahnya harga kesaksian perempuan dibandingkan dengan laki-laki; QS. Al-Nisa’ (4):11 yang melegalisasikan setengahnya bagian perempuan dari bagian laki-laki dalam hal warisan; QS. Al-Baqarah (2): 228 yang menegaskan kelebihan laki-laki dibanding perempuan; dan QS. Al-Nisa’ (4):3 yang menjadi referensi bagi praktek poligami. Dasar ayat-ayat inilah upaya pembentukan pandangan masyarakat terhadap Inferioritas perempuan dalam 11Al-Syafi’i, Al-Risalah, (Libanon: Dar al-Fikr, Beirut, 1997), h. 49. Kepemimpinan Perempuan dalam Islam 89 ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman, Volume 15, Nomor 1, Juni 2015sebagaimana tadi disebutkan. Oleh karenanya, kompleksitas relasi kuasa ini penting diungkapkan karena kaum perempuan muslim mempunyai pengalaman, kelas sosial, serta nasib yang tidak sama. Perempuan desa yang miskin dan tidak berpendidikan, tentu tingkat penderitaan dan problem sosialnya berbeda dengan perempuan kota yang kaya dan berpendidikan. Dalam kondisi demikian, tafsir agama dapat dimungkinkan menjadi konstruksi ideologis yang justru memberikan ruang bagi upaya eksploitasi perempuan desa yang terbelakang dan tidak berpendidikan. Inilah kenyataan yang dapat memperkuat pendapat bahwa pemikiran keagamaan, tidaklah sederhana, melainkan sangat komplek.
Sebagaimana dimaklumi bahwa kedudukan perempuan dalam masyarakat Islam m merupakan cermin eksistensi Islam. Bilamana masyarakat Islam berjaya, maka kedudukan kaum wanitanya pun akan ikut berjaya. Sebaliknya, jika Islam dalam masyarakat itu terancam dan berada di bawah tekanan,maka kondisi kehidupan kaum perempuannya pun mengalami hal demikian. Dalam beberapa aspek penting, perempuan ideal muslim sama dengan kaum prianya. Mereka sederhana, saleh, dan menyayangi keluarga. Sebagaimana telah disinggung, Islam memberikan sejumlah hak bagi kaum perempuan yang semula ter kebiri pada masa pra Islam, antara lain untuk memperoleh pendidikan, untuk menerima warisan (yang semula hanya dijadikan objek warisan), dan hak untuk menceraikan suami (melalui cara khulu’) atau yang dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia pihak perempuan diberikan hak untuk mengajukan gugat cerai.persamaan, kedudukan perempuan, dan hak-hak kelompok lemah merupakan isu terpenting di dunia kontemporer.. Islam tidak mengenal perbedaan garis keturunan dan kasta. Islam tidak mengenal baduisme. Islam menyerukan keadilan, perbuatan baik, toleransi, moralitas yang baik dan melarang ketidakadilan, perampokan, kebebasan seks, dan perbuatan terlarang lainnya. Di samping hak-hak yang telah diberikan kepada perempuan tadi, hal yang tidak boleh terlupakan adalah seorang perempuan mempunyai peran penting dalam mempengaruhi keputusan-keputusan atau kebijakan publik masyarakat Islam. Diantara mereka adalah Khadijah, Fathimah, Aisyah, dan lain-lainnya. Mereka dipandang sebagai perempuan yang mempunyai kapasitas tertentu dan ideal. Pendapat dan pemikirannya sejajar dengan pendapat dan pemikiran kaum laki-laki. Mereka mempunyai kedudukan penting dalam masa awal perkembangan Islam. Banyak peran yang dimainkan kaum perempuan dalam merubah cara pandang yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat. Contoh yang paling kentara adalah jawaban Nabi Muhammad saw. Terhadap pertanyaan yang menyangkut “Bagaimana cara seseorang untuk mencapai surga”, merupakan komentar langsung tentang peran kaum perempuan dalam masyarakat dan ideologi Islam. “Surga berada di bawah telapak kaki ibu”, demikian jawaban pertama, kedua, ketiga, yang diberikan oleh Nabi. Pada jawaban keempat barulah Nabi mengatakan, “Surga berada di bawah telapak kaki ayah”. Kenyataan menunjukkan bahwa orang yang memeluk Islam pertama kali adalah Khadijah. Ia adalah sosok isteri Nabi ideal yang mempunyai peranan penting atas perkembangan Islam. Kiprahnya tidak diragukan lagi. Hampir seluruh tindakan yang dilakukan oleh Nabi saw. Terlebih dahulu dikonsultasikan dengannya. Ia berdiri kokoh ibarat batu gunung yang berada di samping Nabi saw., suaminya, pada masa awal perjuangan Islam fase Makkah. Selain Khadijah, Fatimah, putri Nabi juga memegang peran penting pada masa itu.
Pemberdayaan potensi perempuan merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan. Usaha tersebut telah dirintis oleh Pemerintah RI dalam bentuk progam pemberdayaan perempuan sejak taun 1978. Yang mana di awali dengan mendorong agar perempuan dapat melakukan kerja ganda yaitu sebagai pembina rumah tangga, pencari nafkah dan pelaku pembangunan. Kemudian pada program selanjutnya diarahkan pada Kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berlandaskan pada komitmen untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan di Indonesia kemudian dikukuhkan dalam UU RI No 7 tahun 1984, tentang “Pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan”. Selain itu pemerintah juga meratifikasi sejumlah konvensi ILO seperti konvensi ILO No 111 tahun 1985 dengan UU RI No 21 Tahun 1999 tentang penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan (Said Agil Husin al Munawar, 2005: 106).
Sejalan dengan hal itu, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengarahkan pemberdayaan perempuan dalam dua penekanan. Pertama, meningkatkan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Kedua, meningkatkan kualitas dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan, serta nilai historis dari perjuangan kaum perempuan Indonesia di masa lalu untuk di lanjutkan demi tercapainya kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Komentar
Posting Komentar