Ditulis Oleh: Agil Almunawar
Mempertautkan Kritik, terhadap Krisis Negara Hukum Dan Trias Political Kenegaraan, Negara Indonesia adalah Negara hukum, merujuk pada pasal 1 ayat 3 (lihat: UUD 1945). Berpijak pada konteks Indonesia sebagai negara hukum dinilai paradoks dalam kenyataannya. Pernyataan demikian, muncul dari kebijakan hukum penguasa yang tidak ada keberpihakan terhadap rakyatnya sendiri. Hukum pada dasarnya lahir atas, kesadaran alamiah manusia yang menginginkan hak-hak dan kebebasan di jamin oleh kekuasaan negara. Dalam lintas sejarah filsuf Perancis Rousseau, menguraikan bahwa hukum itu ada disebabkan adanya negara. Disitu, sebenarnya kekuasaan penguasa diberikan oleh rakyat yang didalamnya terdapat kontrak sosial antar rakyat dan penguasa dengan jaminan agar mampu mendistribusikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
Uraian teks-teks Undang-Undang Dasar memungkinkan, kedaulatan tertinggi suatu negara ada pada tangan rakyat. Hak-hak asasi di memenuhi selayaknya sebagaimana yang dimuat. Pemahaman tersebut bukan hanya dimaknai selayaknya teks, tapi direfleksikan melalui kebijakan hukum yang kongkret. Kehadiran negara hukum dimaksud mendistribusikan pemerataan keadilan dan hukum bisa di akses oleh orang-orang yang berbeda pula. Seperti termaktub dalam teks hukum, 'equalty before the law' .
Kondisi demikian, dimaksudkan untuk mengerti dan memahami konsep kebebasan fundamental manusia. Dengan begitu, eksistensi negara hukum menguatkan ke-idealan suatu kepastian negara hukum. Belajar dari history perlawanan, Indonesia suatu bangsa yang tumbuh dari hasil emansipasi kolonialisme dan imperialisme asing. Kondisi yang terjadi dimasa penindasan dan perbudakan pra kemerdekaan, hak dan kebebasan rakyat pribumi tidak hargai selayaknya manusia, dengan menggunakan kebijakan hukum yang mengintervensi pribumi.
Bertolak dari sejarah kelam tersebut, para pendiri bangsa mulai memikirkan sebuah negara yang di dalamnya terdapat kebijakan hukum untuk membatasi kekuasaan negara. Namun, dalam konteks sekarang hukum justru untuk melindungi para penguasa zalim.
Legitimasi Indonesia sebagai negara Indonesia, melalui Trias political yang didalamnya ada tiga lembaga seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif. Trias Political memiliki otonom tersendiri dalam penerapan kebijakan hukum, dengan begitu dapat melengkapi legitimasi etis Indonesia sebagai negara hukum. Atas, otonom ketiga lembaga Trias Political sewajarnya menjalankan tugas dan tanggung jawab moralitas filosofis dasarnya.
Trias Political selaku lembaga moral dari seluruh lembaga kenegaraan dalam negara Indonesia, malah dijadikan alat mengintervensi hak dan kebebasan rakyat atas arogansi kekuasaan. Hal demikian, sehingga krisis dalam menjalankan negara hukum dan Trias Political kenegaraan. Status Qou kenegaraan Indonesia, justru dicecar arogansi mewujudkan negara otoriter yang dibungkus di bawah negara hukum dan kelembagaan kenegaraan.
Dewasa ini, keadaan negara Indonesia terlihat anomie saat perumusan kebijakan hukum. Perumusan kebijakan hukum oleh penguasa yang bernaung dibawah teks-teks hukum dan lembaga kenegaraan, malah menghasilkan kebijakan hukum yang feodal.
Berikut sederet regulasi yang menuai kontroversial di kalangan publik pada periode pertama Jokowi; pengesahan Omnibus Law, UU Cipta Kerja, setelah itu beberapa minggu pelantikan periode jokowi, regulasi yang dinilai kontroversial adalah revisi UU KPK, UU Minerba, UU MK, dll. (Baca: Kompas. Com). Dan paling parah di era jokowi pengengkangan kebebasan berpendapat, dengan menggunakan regulasi hukum UU ITE.
Krisis Negara Hukum Menghunjam Kedaulatan Rakyat
Kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan harapan bersama, kendati memenuhi hak asasi manusia dan memastikan hak warga negara berlaku dengan perangkat regulasi hukum yang tidak membatasi kritikan rakyatnya. Negara hukum jelas mencirikan adanya perlindungan kepastian hukum. Terdapat susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental, kedaulatan Rakyat harus dilaksanakan melalui produksi keadilan yang bermanfaat bagi keseluruhannya.
Namun pada kenyataannya, dalam kondisi objek negara Indonesia belakangan ini mengalami kemerosotan pada pengetahuan tentang hukum. Hukum justru cenderung tumpul kebawah tajam keatas. Intensi itu, berlandaskan dari regulasi-regulasi hukum yang dianggap gagal pada konteks pelaksanaannya sekarang.
Rakyat Indonesia merasa pesimis dengan regulasi hukum yang seperti itu. Perangkat hukum di buat sebagai alat pemuas kekuasaan. secara filosofisnya nilai-nilai hukum di Indonesia yang bertolak dari pengetahuan historis ialah keadilan, kepastian dan kebermanfaatan.
dewasa ini, pada negara Indonesia regulasi hukum, jika diamati melalui pandang bersama rejim-rejim kekuasaan yang memiliki wewenang untuk menegakkan regulasi hukum selayaknya terlebih dahulu, harus memandang dengan aspek kebermanfaatan yang terkuat dalam nilai filosofis dasarnya.
Trias Political Lembaga Moral Justru Menjelma Lembaga Belis
Trias Political sebagai lembaga kenegaraan, diisi oleh lembaga Legislatif, Eksekutif Maupun Yudikatif. Sesuai dengan teori Montesque tentang pembagian kekuasaan. Ini memberikan sebuah kesempatan besar maupun tanggungjawab etis dalam pelaksanaan Trias Political yang ideal. Peran moral kelembagaan Trias Political ialah memenuhi keadilan dan kemakmuran rakyat. Sebab, kelembagaan ini dipilih dari kedaulatan moral rakyat.
Kelayakan moral Trias Political, sepenuhnya bisa menjalankan amanah yang telah diberikan dengan stabil. Pelaksanaan harus sesuai dengan mekanisme struktur kenegaraan. Alih-alih menuntaskan fungsi dan tugas sebagai lembaga moral, justru Trial Political mengalami disfungsi akibatkan salah kelola oleh napsu sang belis.
Untuk sampai pada dimensi praksis Rakyat, regulasi hukum dalam suatu negara mesti dilalui dengan kritikan. Dengan demikian, suatu negara akan tumbuh dengan kritis dan sadar pada kontrak sosial bahwa puncak tertinggi suatu negara ada pada suara rakyat.
Komentar
Posting Komentar